Pasal 6 (UU No. 36 Tahun 2008)
|
(1)
|
Besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
|
||
|
|
a.
|
biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
|
|
|
|
|
1.
|
biaya
pembelian bahan;
|
|
|
|
2.
|
biaya
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
|
|
|
|
3.
|
bunga, sewa,
dan royalti;
|
|
|
|
4.
|
biaya
perjalanan;
|
|
|
|
5.
|
biaya
pengolahan limbah;
|
|
|
|
6.
|
premi
asuransi;
|
|
|
|
7.
|
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
|
|
|
|
8.
|
biaya
administrasi; dan
|
|
|
|
9.
|
pajak kecuali
Pajak Penghasilan;
|
|
|
b.
|
penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 dan Pasal 11A;
|
|
|
|
c.
|
iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
|
|
|
|
d.
|
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan;
|
|
|
|
e.
|
kerugian selisih kurs mata uang asing;
|
|
|
|
f.
|
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
|
|
|
|
g.
|
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
|
|
|
|
h.
|
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan
syarat :
|
|
|
|
|
1.
|
telah
dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
|
|
|
|
2.
|
Wajib Pajak
harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat
Jenderal Pajak; dan
|
|
|
|
3.
|
telah
diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;
atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu;
|
|
|
|
4.
|
syarat
sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak
tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
|
|
|
|
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
|
|
|
|
i.
|
sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana
nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
|
|
|
|
j.
|
sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
|
|
|
|
k.
|
biaya pembangunan infrastruktur sosial yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
|
|
|
|
l
|
sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
|
|
|
|
m.
|
sumbangan
dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
|
|
(2)
|
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5
(lima) tahun.
|
||
|
(3)
|
Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7.
|
||
Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)
Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi
dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat
tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun
merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi
dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan
melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu
tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs,
kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Huruf a
Biaya-biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari
yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai
biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung
maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan
sebagai biaya.
Contoh:
Dana Pensiun A
yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan memperoleh
penghasilan bruto yang terdiri dari:
|
a.
|
penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak
sesuai dengan Pasal 4 ayat (3)
huruf h
|
Rp
100.000.000,00
|
|
b.
|
penghasilan bruto lainnya sebesar
|
Rp
300.000.000,00 (+)
|
|
|
Jumlah penghasilan bruto
|
Rp
400.000.000,00
|
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),
biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan adalah sebesar 3/4 x Rp200.000.000,00 = Rp150.000.000,00.
Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham
tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak
merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f.
Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi
sebagai penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya
pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran
bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran
premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya
boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang
bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang
dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah
dengan cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak yang
menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan. Namun, pengeluaran dalam
bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf e, boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau
menikmati bukan merupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus
dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang
yang baik. Dengan demikian, apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajaran
tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas
kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18
beserta penjelasannya.
Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain
Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM),
Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang
benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan
sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto.
Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang
penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Huruf b
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak
berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 11A
beserta penjelasannya.
Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya
sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan
melalui alokasi.
Huruf c
Iuran kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh
dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun
yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh
dibebankan sebagai biaya.
Huruf d
Kerugian karena
penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan
untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan
atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak
digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto.
Huruf e
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Huruf f
Biaya
penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah
yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan
perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf
g
Biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat
dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar,
mahasiswa, dan pihak lain.
Huruf h
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya
sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi
komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau
terakhir.
Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti
penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan
sejenisnya.
Tata cara pelaksanaan persyaratan yang ditentukan
dalam ayat (1) huruf h ini diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan
berdasarkan ketentuan pada ayat (1) setelah dikurangkan dari penghasilan bruto
didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto
atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulai sejak tahun
berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Contoh:
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal
sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima)
tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
|
2010 : laba fiskal
|
Rp200.000.000,00
|
|
2011 : rugi fiskal
|
(Rp300.000.000,00)
|
|
2012 : laba fiskal
|
Rp N I H I L
|
|
2013 : laba fiskal
|
Rp100.000.000,00
|
|
2014 : laba fiskal
|
Rp800.000.000,00
|
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
|
Rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp1.200.000.000,00)
|
|
Laba fiskal tahun 2010
|
Rp 200.000.000,00
(+)
|
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
|
Rugi fiskal tahun 2011
|
(Rp 300.000.000,00)
|
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
|
Laba fiskal tahun 2012
|
Rp
N I H I L (+)
|
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
|
Laba fiskal tahun 2013
|
Rp 100.000.000,00
(+)
|
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp 900.000.000,00)
|
|
Laba fiskal tahun 2014
|
Rp 800.000.000,00
(+)
|
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp 100.000.000,00)
|
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang
masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan
laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan
laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang
dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.
Ayat (3)
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.